Menulis
Diary Sebagai Salah Satu Cara Meningkatan Efikasi Diri Siswa
Siti Nurlaila,
M.Psi.
Jurusan
Bimbingan dan Konseling
Universitas
Muhammadiyah Metro
Email: laila_mpsi@yahoo.com; Phone: 0823 7848
0000
Abstract
This study aims
to find out how to writting therapy can improve student’s self-efficacy. The
method used is the the study of literature. Qualified human resources is one of
the important capital for the development of a nation. A nation that has a human
resources of high quality will be more advanced and able to compete with other
countries. Adolescents as well as students who are the most important capital
for the sustainability of a country. The ability of adolescents to complete
tasks both at school and at home is not only influenced by cognitive potential
possesed by teens, but is also influenced by the edolescent belief in
completing the tasks entrusted. Confidence in the ability of a person is called
self-efficacy. A person with self-efficacy believe that they can do something
to change the events surrounding, while a person with low self-efficacy
conciders himself incapable of doing everything around him. In the difficult
situation of people with low self-efficacy tend to give up easily. While those
with high self-efficacy will try harder to overcome existing challanges.
Feeling of self-efficacy can be developed among others by writing a diary
therapy.
When we write a
diary indirectly also we write the perceived mood. Mood effects the assessment
of self-efficacy. Increasing positive feelings will increase self-efficacy,
however the atmosphere of sadness may reduce the efficacy of self (Kavanag
& bower in bandura, 2009:4). While other less pleasent experience or
depressing would reduce self-efficacy. For today’s modern era to write a diary
is not only done in the diary alone butcan use the facilities such as gedget,
ipad, tablet or other social media.
Key words: Self eficacy, writting diary
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana terapi menulis dapat meningkatkan
efikasi diri siswa. Metode yang digunakan
adalah dengan studi kepustakaan. Sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan satu modal penting untuk pembangunan suatu bangsa. Bangsa yang
memiliki sumber daya manusia yang bermutu tinggi akan lebih maju dan mampu
bersaing dengan negara lainnya. Remaja yang juga sebagai siswa sekolah adalah
modal yang paling utama bagi keberlangsungan suatu negara. Kemampuan remaja dalam menyelesaikan tugas-tugasnya baik di
sekolah maupun di rumah tidak hanya dipengaruhi oleh potensi kognitif yang
dimiliki oleh remaja itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh keyakinan remaja
tersebut dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya. Keyakinan terhadap
kemampuan yang dimiliki seseorang inilah yang disebut efikasi diri. Seseorang
dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah
kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah
menganggap dirinya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada di
sekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah
cenderung mudah menyerah. Sementara dengan orang dengan efikasi diri yang
tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada. Perasaan efikasi diri dapat dikembangkan
diantaranya dengan terapi menulis diary.
Ketika
kita menulis diary secara tidak langsung juga kita menuliskan suasana hati yang
dirasakan. Suasana
hati mempengaruhi penilaian tentang efikasi diri. Meningkatnya perasaan positif
akan meningkatkan efikasi diri, namun demikian suasana kesedihan juga dapat
mengurangi efikasi diri Dalam hal ini suasana atau perasaan positif akan meningkatkan efikasi diri seseorang sedangkan
pengalaman yang kurang menyenangkan atau menyedihkan akan mengurangi efikasi diri.
Untuk era modern saat ini menulis diary tidak hanya dilakukan di buku harian
saja namun dapat meggunakan fasilitas seperti
gedget, tablet, ipad ataupun
media sosial lainnya.
Kata
kunci: Menulis diary, efikasi diri
PENDAHULUAN
Banyak yang mengatakan
masa muda merupakan masa remaja yang indah. Masa dimana penuh keceriaan dan
kegembiraaan bersama teman-temannya baik di sekolah maupun di lingkungan
pergaulan yang lain. Remaja juga penerus suatu bangsa. Nasib suatu bangsa kelak
akan ditentukan oleh bagaimana remajanya masa kini. Saat ini muncul gejala di
berbagai negara berkembang bahwa remaja kurang mempunyai kebutuhan untuk
berprestasi dan bertanggung jawab yang menyebabkan lambatnya pembangunan di
negara tersebut. Bila gejala ini tidak di atasi maka lambat laun pembangunan di
negara tersebut dapat berpengaruh.
Kemampuan remaja dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya baik di sekolah maupun di rumah tidak hanya
dipengaruhi oleh potensi kognitif yang dimiliki oleh remaja itu sendiri tetapi
juga dipengaruhi oleh keyakinan remaja tersebut dalam menyelesaikan tugas-tugas
yang diembannya. Keyakinan remaja tentang kemampuan dirinya dalam menyelesaikan
tugas dapat meningkatkan usaha untuk dapat mencapai tujuannya, namun hal ini
dapat pula menjadi penghambat usaha remaja dalam menggapai impiannya. Menurut
Widanarti dan Indati (2002:113) adanya perasaan “saya tidak dapat” dan “saya
tidak mampu”, merupakan alasan-alasan yang dapat menghambat seseorang dalam
mencapai sasaran. Kayana (Widarti dan Indati, 2002:113) mengatakan seseorang
yang berfikir tentang dirinya, itulah dirinya. Artinya anggapan-anggapan
tentang diri dapat melipatgandakan atau justru hanya dapat meruntuhkan potensi
seseorang.
Menurut
Bandura
efikasi diri menghasilkan perbedaan dalam cara berpikir, merasakan dan
bertindak. Keyakinan efikasi diri berpengaruh terhadap pilihan yang dibuat dan
tindakan yang dicapai oleh individu. Keyakinan pada efikasi turut menentukan
seberapa besar usaha yang dilakukan individu, serta berapa lama kemampuan untuk
bertahan dalam menghadapi situasi yang kurang menguntungkan (Schunk, Henson
& Cox, 1987). Efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan diri untuk
menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif serta tindakan yang diperlukan untuk
memenuhi tuntutan situasi (Bandura, 1997). Riset
yang dilakukan pada bidang pendidikan mengindikasikan bahwa efikasi diri
berperan pada pencapaian nilai akademik yang menujukkan korelasi positif dengan
pencapaian prestasi (Bandura, 1986; Pajares, 1996 dalam Marat, 2003). Hal ini
diperkuat dengan pendapat yang mengatakan bahwa efikasi diri berkaitan dengan
pencapaian prestasi yang lebih tinggi. Sesorang yang memilki efikasi diri
tinggi berani menghadapi tugas atau tantangan yang baru, namun yang memilki
efikasi rendah akan mengabaikan pengalaman-pengalaman baru tersebut (Schwarzer,
1997).
Karakteristik
individu yang memiliki Efikasi Diri yang tinggi adalah ketika individu
tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu menangani sesecara efektif
peristiwa dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam menyelesaikan
tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri
yang mereka miliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan
suka mencari situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen yang kuat
terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakuakanya
dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan
memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa mampu
setelah mengalami kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan
keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya (Bandura, 1997: 211).
Sedangkan karakteristik individu
yang memiliki Efikasi Diri yang rendah adalah individu yang merasa tidak
berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari tugas-tugas yang
sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, aspirasi yang rendah dan
komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin di capai, dalam situasi sulit
cenderung akan memikirkan kekurangan mereka, beratnya tugas tersebut, dan
konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk memulihkan kembali perasaan
mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997: 212).
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami efikasi diri
dapat berupa efikasi diri yang tinggi dan efikasi diri yang rendah. Efikasi diri yang rendah jika
dibiarkan terus berlanjut akan berdampak buruk bagi remaja. Mengingat banyaknya
peristiwa dan situasi yang akan mereka hadapi dalam keseharian yang membutuhkan
efikasi diri yang tinggi untuk mencapai perkembangan yang lebih baik, perlu
adanya cara untuk meningkatkan efikasi diri yang rendah. Ada beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan efikasi diri yang rendah. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efikasi diri yang rendah adalah dengan menggunakan
media menulis diary.
Dewasa ini menulis diary telah menjadi kajian yang
menarik. Menurut Poerwadarminta (1976), menulis adalah suatu aktivitas
melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Menulis berbeda dengan
berbicara. Menulis memiliki suatu kekuatan tersendiri karena menulis adalah
suatu bentuk eksplorasi dan ekspresi area pemikiran, emosi dan spiritual yang
dapat dijadikan sebagai suatu sarana untuk berkomunikasi dengan diri sendiri
dan mengembangkan suatu pemikiran serta kesadaran akan suatu peristiwa (Bolton,
2004). Beberapa pendapat mengatakan menulis diary adalah bagian dari terapi
menulis. Pusat dari terapi menulis lebih pada proses selama menulis daripada
hasil dari menulis itu sendiri sehingga penting bahwa menulis adalah suatu aktivitas
yang personal, bebas kritik, dan bebas dari aturan bahasa seperti tata bahasa,
sintaksis, dan bentuk (Bolton, 2004). Oleh karena itu, menulis dapat disebut
sebagai bentuk terapi yang menggunakan teknik sederhana, murah, dan tidak
membutuhkan umpan balik (Pennebaker,1997; Pennebaker & Chung, 2007). Dalam
seting klinis, terapi menulis terhadap pengalaman-pengalaman yang berkaitan
dengan kejadian-kejadian yang menekan atau bersifat traumatik (Pennebaker,
1997; Pennebaker & Chung, 2007).
Hasil penelitian Susilowati (2011) menyebutkan bahwa
terapi menulis pengalaman emosional dapat menurunkan depresi pada mahasiswa
tahun pertama.Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lapore
(2002) menggunakan terapi menulis ekspresif atau pengalam emosional dapat menurunkan
simtom-simtom depresi pada mahasiswa sebelum menghadapi ujian. Berangkat dari
permasalahan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji Menulis Diary sebagai Salah
Satu Cara Meningkatkan Efikasi Diri.
METODE
Metode
penelitian dengan desain kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah
adalah prosedur yang sistematis untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam
penelitian kualitatif ini teknik pengumpulan data dilakukan melalui Studi Kepustakaan (
Library Research ). Dalam penelitian ini studi kepustakaan dilakukan dengan
cara membaca dan mempelajari sejumlah buku, literatur, jurnal ilmiah, website
internet untuk mendapatkan kerangka teori yang menjadi landasan dalam
penelitian ini. Selain itu peneliti juga mempelajari ketentuan terapi menulis
yang berkaitan dengan menulis diary terkait dengan objek penelitian untuk
memahami konteks permasalahan secara mendalam. Deskripsi dari teori ini
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pengertian
Efikasi diri
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) kata efficacy diartikan sebagai kemujaraban atau
kemanjuran. Maka secara harfiah Self Efficacy dapat diartikan
sebagai kemujaraban diri. Bandura dan Wood (1989: 806, dalam Mustaqim, 2008:21)
menyatakan self eficacy adalah keyakinan terhadap kemampuan
seseorang untuk menggerakkan motivasi, sumber-sumber kognitif, dan serangkaian
tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari situasi yang
dihadapi. Secara kontekstual Bandura (1994:71 dalam Mustaqim, 2008:21)
memberikan definisi self efficacy sebagai keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimilikinya
untuk menghasilkan tingkatan performa yang telah terencana, dimana kemampuan
tersebut dilatih, digerakkan oleh kejadian-kejadian yang berpengaruh dalam
hidup seseorang. Definisi self efficacy terus berkembang.
Bandura (1997: 3 dalam Mustaqim, 2011:21) mengartikan self efficacy sebagai
keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan
serangkaian tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai suatu hasil yang
diinginkan.
Menurut Alwisol (2004:344) efikasi
adalah persepsi mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi
tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat
melakukan tindakan bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena
cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai),
sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Perubahan tingkah laku
dalam, sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi
diri).
2.
Cara
Meningkatkan Efikasi Diri
Efikasi diri atau keyakinan
kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat
sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance
accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience),
persuasi sosial (social persuation), dan pembangkitan emosi (emotional/physiological
states).
a. Pengalaman
Performansi
Pengalaman performansi adalah
prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber
performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat
pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi,
sedang kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi
dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :
1) Semakin
sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
2) Kerja sendiri,
lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain.
3) Kegagalan
menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin.
4) Kegagalan
dalam suasana emosional atau stres, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya
optimal.
5) Kegagalan
sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk
kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.
6) Orang yang
biasa berhasil, sesekali gagal tidak memengaruhi efikasi.
Menurut Bandura (2002; 79-113) Mastery Exprience merupakan salah satu
sumber penting yang digunakan individu dalam membentuk efikasi diri. Pengalaman
menyesuaikan masalah adalah sumber yang paling penting mempengaruhi efikasi
diri seseorang, karena mastery exprience
memberikan bukti yang paling akurat dari tindakan apa saja yang diambil untuk
meraih suatu keberhasilan atau kesuksesan, dan keberhasilan tersebut dibangun
dari kepercayaan yang kuat didalam keyakinan individu. Sumber yang berpengaruh
dari efikasi diri adalah pengalaman menguasai sesuatu yaitu performa masa lalu.
Secara umum, performa yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai
kemampuan, kegagalan akan menurunkan hal tersebut. Kegagalan sebelum
mengukuhkan rasa menguasai sesuatu akan lebih berpengaruh buruk pada rasa
efikasi diri daripada kegagalan setelahnya.
b. Pengalaman
Vikarius
Diperoleh melalui model sosial.
Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya
efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kurang lebih sama
dengan dirinya dan ternyata gagal. Jika figur yang diamati berbeda dengan diri
si pengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Pengamatan terhadap
keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam mengerjakan suatu
tugas akan meningkatkan efikasi diri seeorang dalam mengerjakan tugas yang
sama. Begitu pula sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan
menurunkan penilaian seseorang mengenai kemampuannya dan individu akan
mengurangi usaha yang akan dilakukan.
c. Persuasi
Sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh,
diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini
terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat
memengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi
persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
Ini merupakan cara ketiga untuk
meningkatkan kepercayaan seseorang mengenai hal hal yang dimilikinya untuk
berusaha lebih gigih dalam mencapai tujuan dan keberhasilan atau kesuksesan.
Persuasi sosial mempunyai pengaruh yang kuat pada peningkatan efikasi diri
individu dan menunjukan perilaku yag digunakan secara efektif. Seseorang
mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa dirinya mampu mengatasi
masalah masalah yang akan dihadapinya. Seseorang yang dikenai persuasi
Sosial bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang telah
diberikan, maka orang tersebut akan menggerakan usaha yang lebih besar dan akan
meneruskan penyelesaian tugas tersebut.
d. Keadaan
Emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu
kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat,
takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun, bisa terjadi,
peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri.
Situasi yang menekan kondisi emosional
dapat mempengaruhi efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang
mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan
sebagai isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang
menekan dan mengancam akan cenderung dihindari. Individu mengartikan reaksi
cemas, takut, stress dan ketegangan sebagai sifat yang menunjukan bahwa
performansi dirinya menurun. Penilaian seseorang terhadap terhadap efikasi diri
dipengaruhi oleh suasana hati. Suasana hati yang positif akan meningkatkan
efikasi diri sedangkan suasana hati yang buruk akan melemahkan efikasi diri.
Sumber efikasi diri
yang diperoleh dari kondisi psikologis berkaitan dengan situasi penuh tekanan
atau tidak. lndividu akan mencapai keberhasilan jika tidak mengalami
pengalaman-pengalaman yang menekan. Kondisi emosi seperti cemas, depresi, stres
dan kondisi suasana hati (mood) akan
mempengaruhi keyakinan efikasi. Ketika individu mengalami ketakutan dan
pikiran-pikiran negatif tentang kemampuan mereka, reaksi afeksi tersebut dengan
sendirinya dapat menurunkan persepsi efikasi dirinya (Pajares dan Schunk ,
2000).
Semakin tinggi efikasi diri
seseorang, maka semakin tinggi keyakinan untuk mampu menyelesaikan setiap tugas
yang dihadapi. Jadi efikasi diri yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan
memberi fungsi pada setiap aktivitas individu. Pengaruh dan fungsi tersebut
menurut Bandura (2002) antara lain:
a) Fungsi
kognitif efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi tujuan pribadi seseorang.
Semakin kuat efikasi diri, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh seseorang
bagi dirinya sendiri dan memperkuat kuat komitmen terhadap tujuan tersebut.
b) Fungsi
motivasi efikasi diri berperan penting dalam pengaturan motivasi diri. Sebagian
besar orang dibangkitkan secara kognitif. Seseorang memotivasi dirinya sendiri
dan menunutun tindakan-tindakannya untuk menggunakan pikiran-pikiran tentang
masa depan sehingga seseorang membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat
dilakukan.
c) Fungsi
afeksi efikasi diri akan mempunyai kemampuan coping, dalam mengatasi besarnya stres dan depresi yang dialami
individu pada situasi sulit dan tertekan.
d) Fungsi
selektif efikasi diri akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yang
akan diambil oleh seseorang. Seseorang menghidari aktivitas dan situasi yang
dipercayai telah melampaui batas kemampuan coping dirinya, namun
seseorang tersebut telah siap melakukan aktivitas-aktivitas yang menantang dan
memilih situasi yang dinilai mampu untuk diatasi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri berpengaruh
terhadap kognitif, motivasi, afeksi dan fungsi pada setiap aktivitas seseorang
yang diproyeksikan kedalam prilaku, mendorong sikap optimis, pengembangan diri,
motivasi berprestasi dan kekuatan menghadapi tugas.
3.
Menulis
Diary Sebagai bagian Terapi Menulis
Menulis
dalam ilmu psikologis
bisa menjadi salah
satu bentuk terapi
dan bisa menjadi sebuah media untuk melaksanakan
konseling atau konsultasi psikologis. Di Barat,
perkembangan terapi melalui
tulisan disebut dengan
berbagai istilah yaitu:
theraupetic letter
writing,
expressive writing, therapeutic
writing, scriptotherapy, dan
dikaitkan dengan
narrative therapy serta
Morita therapy (White
dan Murray, 2002;
Soper dan Bergen, 2001;
Felthan, 2000; Adams,
1999; Riordan, 1996).
Di sisi lain,
fenomena perkembangan konseling
melalui tulisan juga
cukup pesat baik
di barat maupun
di Indonesia karena secara
fleksibel mampu mengikuti
perkembangan teknologi seperti therapy e-mail
atau e-counseling (Oliver
dkk, 2007; Murphy
dan Mitchell, 1998)
yaitu konseling melalui
korespondensi lewat email.
Terapi Menulis adalah suatu aktivitas menulis yang
mencerminkan refleksi dan ekspresi klien baik itu karena inisiatif sendiri atau
sugesti dari seorang terapis atau peneliti (Wright, 2004). Kathleen Adam
(1999) mengemukakan berbagai
istilah terkait dengan
proses dalam terapi melalui menulis, yaitu antara lain:
ü Therapeutic
writing
(terapi menulis): partisipasi terus menerus dan observasi perjalanan hidup yang
telah dialami, trauma,
hikmah, pertanyaan, kekecewaan,
rasa senang untuk mendorong timbulnya pemahaman, insight,
penerimaan dan pertumbuhan diri.
ü Journal therapy (terapi jurnal): katarsis dan refleksi
secara mendalam dan penuh tujuan sebagai tujuan terapeutik melalui proses atau
integrasi dalam menulis. Istilah jurnal dan diari sering
dipertukarkan, padahal perbedaannya
adalah jurnal lebih
bersifat curahan perasaan yang
terdalam lebih focus
dan lebih reflektif
sementara diari bersifat
lebih dangkal dan merupakan catatan perasaan terhadap peristiwa dan
kegiatan yang dilakukan sehari-hari.
ü Chatartic
writing (menulis
katarsis): berfokus pada ekspresi kesadaran afeksi yang tinggi dan
eksternalisasi perasaan dalam bahasa dan tulisan.
ü Reflective Writing
(menulis refleksi), meningkatkan pengamatan
diri, meningkatkan
kesadaran adanya ketidaksinambungan pikiran
dengan tubuh, pikiran dengan
perasaan atau harapan dengan hasil.
4.
Menulis
Diary atau Buku harian meningkatan Efikasi diri Siswa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Hasan, 2001) buku harian adalah buku tulis yang berisi tentang catatan kegiatan yang dilakukan
atau kejadian yang dialami setiap hari. The Random
House Dictionary of
English Language mendefinisikan buku
harian sebagai rekaman sehari-hari
mengenai pengalaman, observasi
dan sikap dari
penulis. The Little Oxford Dictionary juga
mendefinisikan hal serupa bahwa buku harian atau diary adalah daily
record of event atau rekaman peristiwa sehari-hari (Novitasari, 2008).
Buku harian ini
merupakan suatu media. Media dalam batasan
pendidikan menurut Asosiasi
Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of
Edducation And Communication
Technology/ AECT) diartikan sebagai segala
bentuk dan saluran
yang digunakan orang
untuk menyalurkan pesan
atau informasi (Sadiman, 2002). Menurut Hidayah (2011) media merupakan
segala bentuk sarana fisik yang dapat
menjadi perantara tercapainya
suatu tujuan perilaku
tertentu. Dapat disimpulkan bahwa
pengertian media adalah
perantara fisik untuk
menyalurkan informasi agar
tercapai suatu tujuan. Menulis diary atau buku harian ini pada era modern saat
ini tidak hanya ditulis dengan menggunakan buku tetapi dengan tablet, ipad,
laptop ataupun gedget lainnya. Fungsi utama media yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah
Sebagai suatu cara menuangkan emosi atau perasaan
positif yang dialami dan kemudian membawa pengaruh pada efikasi diri seseorang.
Berdasarkan
terapi menulis (therapeutic writing) yang
dijelaskan Adamas (1999) menjelaskan seseorang yang menuliskan perjalanan hidup yang
telah dialami, trauma,
hikmah, pertanyaan, kekecewaan,
rasa senang dapat mendorong timbulnya pemahaman, insight,
penerimaan dan pertumbuhan diri. Dalam teori Bandura menyebutkan salah satu
cara meningkatkan efikasi diri seseorang diantaranya dengan meningkatkan emotional state atau emotional arousal. Bandura (2007) mengatakan
penilaian seseorang terhadap terhadap efikasi diri dipengaruhi oleh suasana
hati. Suasana hati yang positif akan meningkatkan efikasi diri sedangkan
suasana hati yang buruk akan melemahkan efikasi diri.
Ketika kita mengalami suatu
pengalaman emosional yang menyenangkan dan kemudian menuangkannya dalam tulisan
akan memperkuat keyakinan kita bahwa kita mampu mengerjakan tugas. Suatu contoh
seorang siswa yang mendapatkan kesuksesan dalam suatu hal dan kemudian menuliskan
pengalaman suksesnya itu akan lebih yakin akan kemampuan yang dimilikinya, dan
ini akan membawa pada pola kognitif yang kemudian berpengaruh pada motivasi dan
prilaku dalam mengerjakan sesuatu. Dengan pola yang seperti ini akhirnya
efikasi sesorang siswa dapat meningkat.
Karakteristik siswa dengan
Efikasi Diri yang tinggi adalah ketika siswa tersebut merasa yakin
bahwa mereka percaya pada kemampuan diri yang mereka miliki, tekun dalam
menyelesaikan tugas-tugas, memandang
kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari situasi baru,
menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen yang kuat
terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakuakanya
dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan
memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa mampu setelah
mengalami kegagalan.
HASIL
DAN KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan:
1.
Menulis diary merupakan sarana bantu
diri meningkatkan efikasi diri siswa.
2. Efikasi
diri siswa ditingkatkan dengan cara menggunakan suasana emosional yang positif
yang dirasakan atau dialami siswa sendiri. Pengalaman emosional ini dituangkan
dalam bentuk tulisan yang dapat menambah keyakinan pada dirinnya bahwa dirinya
mampu. Keyakinan diri ini yang akan memupuk efikasi diri, dan efikasi diri
siswa dapat meningkat.
3. Efikasi
diri diubah atau ditingkatkan dengan menggunakan proses berpikir atau pola
kognitif yang awalnya ‘tidak mampu’,
‘tidak bisa’ menjadi ‘saya bisa’, ‘saya mampu”. Pola kognitif ini yang kemudian
mendorong motivasi siswa bertindak atau mengerjakan tugas atau aktivitas.
DFTAR
PUSTAKA
Albert
Bandura dalam. lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07410085-rizkia-nur-a.ps.
Alwisol,
(2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Pres
Bandura,
A. (1986). Social foundations of thought
and action. New Jersey: Prentice Hall.
Bandura,
A. (1997). Self efficacy. The exercise of
a control. New York: W. H Freeman and Company
Bandura,
A., Wiedenfed, S.A., Levine, S., O’Leary, A., Brown, S., Raska, K. (1999).
Impact of perceived self efficacy in coping with stressors on components of the
immune system. Journal of Personality and
Social Psychology, 59 (5),
1084-1094
Bolton, G. (2004). Introduction:
Writing cures. Dalam G. Bolton, S. Howlett, C. Lago, & J. K. Wright (Ed.) Writing
Cures: An Introductory Handbook of Writing in Counselling and Therapy (h.
1-3). New York: Brunner Routledge.
Lepore, S.J. Greenberg, M.A.,
Bruno, M., & Smyth, J.M., (2002). Expressive writting and health:
Self-regulation of emotionrelated experience, physiology, andbehavior. Dalam
Lepore & Smyth.The writing cure: How expressive writingpromotes
health and emotional well being.Washington, DC: American Psychological
Association press. Diunduh 13 Agustus 2008, dari http://www.faculty.tc.columbia.edu/upload/sl2201/Writing_Cure_Ch_6.pdf
Mustaqim. (2008). Psikologi Pendidikan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Novitasari, E. (2008). Peranan
Intensitas Menulis Buku Harian Terhadap konsep Diri Positif Pada Remaja. Jakarta: Skripsi.
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Pajares,
F & Schunk, D.H. (2000). Self belief and school success: Self efficacy.
Diunduh tanggal 27 Juli 2007,
dari http://www.emory.edu/EDUCATION/ mfp/PajaresShunck2000.html
Pajares, F. (2002). Overview of
social cognitive theory and self efficacy. Dipungut tanggal 30 Juli 2007, dari http://www.emory.edu/EDUCATION/
mfp/eff.html
Pennebaker, J.W.
(1997). Opening up:
The Healing Power
of Expressing Emotions
(terjemahan,
2009).
New York: Guilford Press.
Poerwadarminto, W. J. S. (1976). Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka
Sadiman, A.S. (2002). Media Pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Susilowati,
T.G., Hasanat N.U., (2003). Pengaruh
Terapi Menulis Pengalaman EmosionalTerhadap Penurunan Depresi pada Mahasiswa
Tahun Pertama. Jurnal Psikologi.
Volume 38, NO. 1
Schwarzer,
R. (1998). General self efficacy in 14 culture. Diunduh tanggal 21 september
2007, dari Http://www.yorku.ca/academics/schwarzer/selfscal.htm
White, M. (2002). Journey metaphors. The
International Journal of Narrative Therapy and Community Work, No.4.
White, M. (2002). Addressing personal
failure. The International Journal of Narrative Therapy and Community
Work, No.3.
Widanarti, N., Indati,
A. 2002. Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Self
Eficacy pada Remaja di SMU Negeri 9 Yogyakarta.Jurnal Psikologi.
2(2):112-123.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar